Aktivis lingkungan Dumai pelajari upaya penyelamatan 7 pulau terbiarkan di Selat Rupat

RZNEWS  – Sejumlah aktivis lingkungan di Kota Dumai turun ke tujuh pulau terbiarkan di Selat Rupat Kabupaten Bengkalis untuk mempelajari cara penyelamatan pulau yang terdampak industri, pada Senin (6/3/23) lalu.

Kegiatan bertajuk ekskursi penyelamatan tujuh pulau terbiarkan di Selat Rupat berlangsung seharian ini diikuti 17 aktivis dengan menaiki kapal motor pompong bertolak dari perairan Dumai dan menyusuri sejumlah pulau tak berpenghuni yakni Pulau Payung, Pulau Mampu, Pulau Atong, Pulau Ketam, Pulau Rampang, dan Pulau Mentele.

Dalam kegiatan ini menggandeng akademisi Prof Dr Yusmar Yusuf, M. Phil dan Muhammad Natsir Tahar, seorang writerpreneur dari Batam.

Rombongan juga terdiri dari pakar oceanography Hernata Simanjuntak, Darwis Muh Seleh sebagai host, para penyair dan relawan, yakni Andi P. Mierza, Ghoz, Ismail A. Aziz, Assay Malay,  Tyas, AG, Arol Jalal, Hanif Muis Mahmud, Sugito Syarif, dan  Candra Lingga.

Seorang aktivis sekaligus penggagas, Agoes S Alam mengatakan, kegiatan ekskursi mengangkat tema ‘Ngemas Pulau’ ini dilakukan dengan mempelajari langkah cepat untuk penanganan pulau terbiarkan, dimulai dari penyusunan logika secara tertulis oleh ahli dan kemudian dikeluarkan penyataan untuk disampaikan ke pemerintah agar segera dilakukan aksi penyelamatan pulau.

“Pernyataan atau petisi dari kegiatan ekskursi ini nantinya yang akan diwariskan pada generasi tentang pulau yang terbiarkan dan tak berpenghuni,” kata Agoes.

Menurut Agoes, dampak aktivitas industrialisasi yang menghantam Selat Rupat dan perairan Dumai selama puluhan tahun menyisakan banyak persoalan dalam kehidupan makhluk laut dan ancaman global, terutama ekosistem ikan tangkap bagi nelayan setempat serta merusak kelestarian dan keutuhan pulau-pulau asli sekitar.

Setibanya di satu pulau, tim langsung melakukan dokumentasi dan diskusi ringan soal fenomena alam yang disebut beting atau hamparan pasir putih yang timbul tertentu dari bawah permukaan laut.

“Ini adalah fenomena alam sebagai aset bahari bagi Selat Rupat dan harus kita lestarikan dengan membiarkan mereka eksis secara alami tanpa gangguan tangan jahat manusia, baik secara eksploitasi maupun perbuatan yang brutal,” sebut Agoes.

Hasil dari ekskursi kemudian dituangkan dalam piagam Wacana Selat Rupat yang dideklarasikan diatas hamparan beting dekat Pulau Buru dengan berisikan tiga poin.

Yaitu, bahwa ekskursi penyelamatan tujuh pulau terbiarkan ini merupakan gerak intelektual kebudayaan dengan semangat pengamatan dan upaya pencegahan eksploitasi lingkungan hidup sekaligus pembiaran ekosistem alami.

Kemudian,memberikan edukasi kepada publik agar aset-aset berharga dalam ekosistem kelautan yang berada di jalur perdagangan internasional Dumai dan Selat Rupat dibebaskan dari pemanfaatan dan pendatangan secara brutal yang dapat merusak ekosistem, biota laut dan vegetasi.

Poin terakhir, menginisiasi potensi kepariwisataan dengan mengundang para pelancong intelektual untuk mengadakan wisata riset dan rekomendasi bagi kelestarian alam bahari di sejumlah lokasi yang telah dipelajari.

Usai ekskursi, acara dilanjut diskusi falsafati Quo Vadis Tujuh Pulau Terbiar di sekitar Pulau Rupat Bengkalis menampilkan pembicara Prof. Yusmar Yusuf melalui tema “Keriangan Terra-Aqua”. Lukisan yang [harus] Tak Selesai” dan Muhammad Natsir Tahar melalui “Telaah Metode Socratic, Prahara Ekologi dan Artificial Intelligence”. rls, rd