RZNEWS.COM – Ajun Kombes Polisi Nurhadi Ismanto selaku mantan Kapolres Rokan Hilir sampaikan klarifikasi terkait rumor yang viral tersebar ditayangkan channel youtube Uya Kuya TV maupun media sosial TikTok soal perselisihan lahan masyarakat.
Nurhadi yang kini menjabat Kapolres Dumai ini menjelaskan bahwa pada Januari 2021 lalu Mako Polres Rohil didatangi sejumlah warga yang memiliki lahan di Desa Pematang Ibul dengan didampingi kapolsek dan perangkat desa atau kepenghuluan setempat guna melaporkan keluarga Tarima Nainggolan dan membawa kelompok Flores 20 orang diduga mengusir dan melakukan panen buah sawit di lahan warga.
Warga saat itu meminta polisi untuk menangani persoalan ini, sebab jika tidak warga sepakat akan menyerang keluarga Tarima Nainggolan atas perbuatan dan mempekerjakan kelompok Flores sebagai tenaga pengamanan.
Polres Rohil lalu melakukan penelaahan dan melihat bukti surat-surat lahan warga tersebut yang diperkuat dengan adanya registrasi surat lahan tercatat ataupun terdata di kantor desa maupun di kantor kecamatan.
Untuk menghindari konflik terbuka Polres Rokan Hilir mengambil tindakan dengan menggelar razia gabungan TNI-Polri dan pemerintah aetempat atas nama Satgas COVID-19.
“Saat razia didapati keluarga Ibu Tarima Nainggolan sedang bersama kelompok orang-orang Flores yang berjumlah sekitar 20 orang dan diketahui tidak memiliki kartu identitas Setelah diperiksa mendalam, di gubuk dekat lahan ditemukan berbagai senjata tajam seperti parang dan pedang yang dipersiapkan seolah olah untuk berperang,” sebut AKBP Nurhadi dalam keterangan pers, Selasa (31/01/23).
Penanganan lebih lanjut, kelompok Flores serta senjata tajam langsung dibawa dan diamankan di Mako Polres Rokan Hilir. Kemudian diserahkan ke Dinas Sosial Provinsi Riau untuk kepentingan pendataan lebih lanjut.
Selanjutnya, Polres Rohil berinisiatif menggelar rapat dihadiri kedua pihak, dengan keluarga Tarima Nainggolan diwakili kuasa hukum Sardo Manulang dan M Adi. Sedangkan dari kelompok warga diwakili Hulman Tampubolon. Turut serta hadiri rapat Kepala Desa Pematang Ibul, Camat dan Danramil setempat.
Sebagai Kapolres, AKBP Nurhadi Ismanto meminta keluarga Tarima Nainggolan menahan diri agar tidak secara terbuka merebut lahan karena sudah lama dikuasai oleh masyarakat setempat.
Keluarga Tarima Nainggolan juga diarahkan untuk menggugat perdata kembali karena gugatan intervensi yang pertama tidak diterima pengadilan alias berstatus Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau seringkali disebut sebagai Putusan NO, merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. Hal tersebut karena surat-surat yang dilampirkan pihak Tarima Nainggolan seluruhnya berupa foto copy.
Dia juga mendorong agar dilakukan mediasi kedua belah pihak pada tingkat kabupaten dengan catatan dua pihak dapat menunjukkan surat-surat asli legalitas tanah.
“Hingga akhir masa jabatan saya Kapolres Rokan Hilir, keluarga Ibu Tarima Nainggolan tidak bisa menunjukkan surat-surat asli legalitas tanahnya. Sementara warga yang menguasai lahan suratnya sudah terkumpul di kantor desa dan sudah teregistrasi baik di tingkat desa maupun kecamatan,” ujar alumni Akpol Tahun 2022 ini.
Himbauan dia sebagai Kapolres Rokan Hilir pada saat itu tidak dilaksanakan dan keluarga Tarima Nainggolan tetap memaksa masuk ke lahan tersebut serta melakukan panen buah kelapa sawit sendiri tepatnya di lahan milik Johnson Sihombing. Sehingga memicu amarah masyarakat setempat dan dilakukan pengusiran secara paksa dan terjadilah perkelahian berujung kepada penganiayaan dan menimbulkan korban pada dua pihak.
Laporan polisi yang ditangani pada saat itu ialah laporan penganiayaan diajukan masing-masing pihak, dan di proses secara hukum.
Terkait pernyataan Sarmauli Situmorang perihal dirinya yang melapor penganiayaan namun dijadikan tersangka serta masuk kedalam daftar pencarian orang (DPO), Nurhadi menjelaskan karena dua pihak berkelahi sehingga dari pihak korban masyarakat diproses kasus penganiayaannya dengan pelaku Sarmauli Situmorang dan Parningotan.
“Karena barang bukti video yang dilampirkan korban dari kelompok masyarakat atas nama Hulman Tampubolon terekam dengan jelas menunjukkan Sarmauli Situmorang dan Parningotan membawa kayu dan memukul Hulman Tampubolon,” jelas Nurhadi Ismanto.
Sedangkan perihal rumah Tarima Nainggolan yang dirobohkan dan dibakar serta telah melaporkannya ke Polres Rokan Hilir atas kasus pengrusakan, setelah dilakukan verifikasi, tegas AKBP Nurhadi Ismanto, diketahui bahwa rumah pondok di kebun sawit tersebut adalah milik dari Kondar yang dikuatkan oleh pemeriksaan tukang-tukang yang membangun pondok tersebut dan adanya barang-barang perkebunan milik Saudara Kondar di rumah itu.
“Setelah diperiksa, diketahui masyarakat beserta pemilik aslinya sengaja merobohkan pondok milik saudara Kondar agar tidak ditempati dan dikuasai lagi oleh keluarga Ibu Tarima Nainggolan yang juga pada waktu itu tidak bisa membuktikan bahwa pondok itu milik yang bersangkutan. Sehingga itu yang membuat laporan pengrusakan rumah dari ibu Tarima belum bisa ditingkatkan menjadi laporan polisi” tegasnya lagi.
Terkait lagi soal riwayat dan kepemilikan surat lahan, diakui AKBP Nurhadi Ismanto bahwa saat diperiksa kuasa hukum Tarima Nainggolan hanya membawa bukti berupa surat pengalihan hak dari Ferdinan Napitupulu seluas 200 Ha pada Tahun 2002 dan surat pengalihan lahan dari Sabar Napitupulu atau anak Ferdinan Napitupulu kepada Jamada Situmorang atau suami dari Tarima Nainggolan seluas 200 Ha pada Tahun 2006.
“Itupun suratnya salah karena lokasinya menyebutkan Kabupaten Bangko Pusako padahal seharusnya Kabupaten Rokan Hilir karena tidak ada yang namanya Kabupaten Bangko Pusako di Provinsi Riau,” sebutnya.
“Tetapi berjalannya waktu ada surat kuasa dari Ferdinan Napitupulu kepada Kusmin Nainggolan atau adik Tarima Nainggolan pada Tahun 2007 untuk mengelola dan menjual lahan 500 Ha di Desa Pematang Ibul, juga di Tahun 2009 ada surat pencabutan kuasa pengelolaan lahan dari keluarga Almarhum Ferdinan Napitupulu yaitu Rotua Siahaan (Istri) dan Hendra Napitupulu (Anak) kepada Tarima Nainggolan dan Jamada Situmorang dan mengalihkan hak pengelolaan lahan kepada Kusmin Naniggolan.
“Kita lakukan pendalaman lagi terhadap surat dimiliki masyarakat, ternyata sebagian besar ada mereka beli dari ferdinan napitupulu, kusmin nainggolan, jamada situmorang bahkan beli dari ibu tarima nainggolan walaupun tidak diakui oleh yang bersangkutan,” ungkap Nurhadi.
Namun, lanjutnya, yang menjadikan pihaknya ragu pada saat itu adalah keterangan dari Tarima Nainggolan yang mengakui telah menanam pohon sawit di lahan itu sejak Tahun 2003 atau usia sawit sekitar 20 tahun (persiapan direplanting). Saat dilakukan pengecekan, diketahui pohon sawit yang tertanam berusia sekitar 10 hingga 12 tahun.
Dilanjutkan, untuk anggota polisi yang disebutkan sebagai backing mafia tanah itu adalah anggota Polri yang telah membeli lahan tersebut dan telah diterbitkan surat-suratnya berupa SKT, SKGR dan riwayat pembelian juga telah teregister baik di kantor desa maupun di kantor camat serta bisa dikonfirmasi langsung kebenaran baik kepada yang bersangkutan maupun di kantor desa.
Dia mengimbau agar keluarga Tarima Nainggolan termasuk anaknya Sarmauli Situmorang yang memiliki akun TikTok atas nama Florentina Situmorang untuk bijak bermedia sosial serta tidak membuat statement berbau fitnah.
“Saya selaku pimpinan polisi sewaktu Tahun 2021 di Polres Rokan Hilir tentu akan betul-betul melakukan verifikasi dan penyelidikan secara mendalam dan saya pastikan kita bekerja secara profesional karena ini berkaitan dengan sengketa lahan,” demikian Kapolres Dumai AKBP Nurhadi Ismanto menyampaikan klarifikasi selaku Kapolres Rokan Hilir pada Tahun 2021 lalu. rd