Hukrim  

Kakak Korban penganiayaan di Bumi Ayu Dumai minta keadilan

RZNEWS – Sidang perkara penganiayaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa SH di Kelurahan Bumi Ayu Kota Dumai pada Agustus 2023 lalu sudah memasuki tahap pembacaan tuntutan.

Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Dumai itu dilakukan pada Kamis 30 November 2023 lalu.

Kakak korban, Ratna menilai tuntutan JPU terhadap pelaku tidak sepadan dengan hilangnya nyawa adiknya.

“Dimana letak keadilan untuk warga masyarakat seperti kami,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (2/12/23).

Dikatakan, pihak keluarga tidak terima jika hukuman pelaku yang sudah merenggut nyawa adiknya hanya 4,5 tahun sampai 5 tahun kurungan.

“Kami keluarga korban tidak terima jika hukuman mereka hanya 4,5 tahun dan paling lama 5 tahun,” jelasnya.

Pihak keluarga korban juga mempertanyakan apakah memang setimpal para pelaku yang sudah menghilangkan nyawa adiknya itu dituntut dengan KUHP 170 ayat 2 ke 3e.

Sementara, mengenai keluhan keluarga korban, Kejaksaan Negeri (Kejari) Dumai melalui Kasi Intel Abu Nawas mengungkapkan beberapa pertimbangan mengenai tuntutan JPU.

“Dalam perkara a quo, Penuntut Umum menuntut pidana sebagaimana telah dinyatakan di persidangan dengan mempertimbangkan fakta-fakta hukum hasil pemeriksaan di persidangan dan juga aspek sosial kemasyarakatan setempat,” kata Abu Nawas via Whatsapp, Jumat (1/12/23) kemarin.

“Fakta hukumnya antara lain bahwa korban merupakan pelaku kejahatan pencurian yang terpergok warga dan kemudian dihakimi massa sekitar 40 orang yang resah dengan tindak kriminal di lingkungannya,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Abu Nawas, diperoleh fakta hukum bahwa terdapat pula banyak warga masyarakat lainnya yang melakukan kekerasan fisik terhadap korban namun belum teridentifikasi atau belum terungkap personnya.

“Artinya, selain para terdakwa, ada perbuatan-perbuatan orang-orang lain yang juga dapat menimbulkan matinya korban,” jelasnya.

“Oleh karena itu, Penuntut Umum mempertimbangkan pula seberapa besar peranan tiap-tiap terdakwa sampai menimbulkan akibat matinya korban di peristiwa kekerasan oleh massa tersebut,” urainya.

Dijelaskannya, tidak adil bila para terdakwa menanggung seluruh beban sanksi pidana atas akibat matinya korban yang juga timbul dari perbuatan oleh massa (sekitar 40 orang) tersebut.

“Selain itu, Penuntut Umum juga mempertimbangkan bahwa di persidangan, para terdakwa telah meminta maaf kepada keluarga korban dan anak-anak korban, serta bersedia menyekolahkan anak dari korban dengan pembiayaan bertahap, tidak sekaligus atau tidak seketika,” jelasnya.

“Penuntut Umum juga berpedoman pada asas tujuan pemidanaan yang dianut salam sistem hukum Indonesia yaitu pencegahan, pemasyarakatan/rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan penciptaan rasa aman serta damai. Jadi pemidanaan bukanlah untuk pembalasan,” demikian Kasi Intelijen Kejari Dumai Abu Nawas. (rz)